Jumat, 13 April 2012

Singkong naik pangkat di Depok.by hasnan habib

 Produk-produk HanahCake™ :

Brownies Singkong

Kode : HCCB01 A & B
Cassava Brownies Topping “Keju Panggang Choco Chip”
 A.      Ukuran Kue : 30 x 10 cm  Harga : Rp. 55.000,- 
B.     Ukuran Kue : 15 x 10 cm  Harga : Rp. 28.000,-

Kode : HCCB02 A & B
Cassava Brownies Topping “Cream Keju”
A.      Ukuran Kue : 30 x 10 cm  Harga : Rp. 60.000,-
B.     Ukuran Kue : 15 x 10 cm  Harga : Rp. 30.000,-


Kode : HCCB03 A & B
Cassava Brownies Topping “Coklat Iris”
A.      Ukuran Kue : 30 x 10 cm  Harga : Rp. 60.000,-
B.     Ukuran Kue : 15 x 10 cm  Harga : Rp. 30.000,-

Kode : HCCB04
Cassava Brownies Topping “Cream Keju Coklat Iris”
Ukuran Kue : 30 x 10 cm  Harga : Rp. 60.000,-

HCCB05 A & B
Cassava Brownies Topping “Coklat Leleh”
A.      Ukuran Kue : 30 x 10 cm  Harga : Rp. 60.000,-
B.     Ukuran Kue : 15 x 10 cm  Harga : Rp. 30.000,-


Sri Murhatiningsih, pemilik usaha Hannah Cake&Cookies, bertemu dengan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, beberapa waktu lalu.  KOMPAS.com - 

Dalam berbisnis harus berinovasi. Tanpa inovasi, bisnis bak sayur tanpa garam. Bisnis dengan cara yang beda dari yang biasa itulah yang dilakukan seorang Sri Murtiningsih. Ia adalah pemilik usaha Hanah Cake and Cookies. Usaha kue telah digeluti Sri sejak ia kuliah.  Sekitar tahun 1992-1994, ia menjajakan kue untuk acara pernikahan. Pernah ia menjual kue sebanyak 1.500 potong untuk satu pesanan saja. "Tapi terputus karena selesaikan kuliah," ujar Sri kepada Kompas.com, Minggu (18/3/2012).  Usaha kuliner ini pun dilanjutkannya pada tahun 2003. Sri yang pekerjaannya ibu rumah tangga ini melanjutkan usaha karena untuk kebutuhan mendesak di keluarganya. "Waktu itu jujur karena kepepet. Suami nggak punya ongkos," cerita dia.  Kala itu, ia menjual cake biasa dengan bahan dasar tepung terigu. Ia pun menjualnya dengan cara menitip di empat toko sekitar Depok. Ia juga menitip kue di lima fakultas di Universitas Indonesia hingga ke Sucofindo dan Bidakara. Dalam satu hari, ia membuat satu loyang kue yang kemudian dibagi jadi 36 potong. "Sempat sisa, ditaruh di bawah etalase. Bukan terjual justru dimakan anaknya (yang punya toko)," tuturnya.  Lalu, Sri pun mengambil langkah untuk ikut pelatihan di bidang kuliner tahun 2006-2007. Penggunaan tepung singkong menjadi bagian dalam pelatihan tersebut. Lantas ia pun mencoba menggunakan tepung singkong ini untuk usahanya. Ia mulai pakai tepung ini sebagai bahan dasar membuat kue tahun 2008. Sejak itu, ia tidak lagi memakai tepung terigu sebagai bahan dasar kuenya, kecuali untuk kue jenis black forest.  Sri menuturkan, dari 20 orang yang ikut pelatihan, hanya dirinya yang masih terus bertahan menggunakan tepung singkong. Awalnya, ia mengaku susah menggunakan tepung yang berasal dari umbi-umbian tersebut. Dikatakannya, kualitas singkong bisa jelek jika musim hujan. "Cuaca bagus, singkong bagus," tuturnya.  Kesulitan lainnya adalah mengenai volume pembelian tepung yang harus dalam jumlah besar dari pabriknya. Setiap pembelian, Sri harus beli minimal 50 kilogram. Satu kilogram tepung singkong seharga Rp 6.000. Karena harus beli banyak, ia pun tidak memakai semua tepung. Sebagian ia jual kembali. "Kan belum banyak di pasaran," ungkapnya.  Kondisi yang demikian tak membuat semangat Sri padam untuk mengembangkan usaha yang sebenarnya membantu program diversi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar